Rabu, 08 September 2010

Free Sex Bukan Gaya Hidup

Kebebasan seks yang dominan disebut sikap seksual yang negatif sudah sekian lama menggerogoti moral dan nyawa masyarakat kita, yang selama hidupnya ‘katanya’ mereka (berlabel) Islam. Masyarakat seharusnya takut dengan berbagai macam penyakit psikosomatik dan penyakit rohani yang akan diderita akibat free sex ini. Apa yang melatar belakangi free sex ini, Apa akibatnya dan bagaimana tindak lanjut seharusnya dalam mengatasi free seks ini sudah sering dibahas oleh para psikolog ini?

Kalau menurut dunia barat, memang free seks ini tidak seberapa dilarang. Malah sekarang dunia barat percaya akan keharusan menghormati dan membebaskan hawa nafsu seksual dengan jalan membuang kekangan-kekangan tradisional. Karena memang kenyataan kalau orang barat itu lebih menyukai kebebasan seksual. Mereka menyatakan bahwa moralitas apa pun yang telah mereka warisi tidaklah membawa apa-apa selain konotasi religius. Mereka mengklaim bahwa moral-moral baru zaman sekarang ini bukan hanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan filosofis, tetapi juga dalam alasan ilmiah.


Saat ini, apa yang sedang berkembang pesat di barat (baca: free seks), juga berkembang pesat di masyarakat kita ini. Yaitu seksual negatif baik yang tradisional maupun yang modern.
Dan kalau ‘pagar pencegah’ yakni agama dan moral tidak digunakan untuk mengantisipasi pola seksual free seks, maka masyarakat akan rusak dan berpenyakit, baik itu secara jasmani maupun rohani dan batiniah. Berbagai macam masalah pula akan timbul dibelakangnya.


Seks bebas, adalah pola perilaku seks bebas dan tanpa batasan, baik dalam bertingkah laku seksnya maupun dengan siapa dia berseks ria. Sungguh suatu perilaku yang lebih rendah daripada tingkah laku binatang. Manusia memang seperti itu. Di sini, dapat diartikan juga bahwa anjuran pembebasan seksual manusia dari kekangan moral tradisional berarti pernyataan bahwa tidak ada sesuatu pun yang jelek, buruk, ataupun hina, yang dapat timbul dari seks. Anjuran ini tidak menerima pembatasan apa pun dalam seks selain dari batas alami seperi dalam hal makan dan minum, nafs belaka.


Barat dengan mudah menyemarakkan program seks bebasnya di bumi kita tercinta ini, karena ghirah keagamaan dalam tiap individu mudah luntur. Apalagi keyakinan agama yang menempel tadi hanya sekadar menempel secara turunan orang tua, tidak melalui pencarian dan penggunaan rasio dalam berkeyakinan. Agama dalam diri kita harus dipenuhi cahaya iman, taqwa dan ilmu. Sehingga tidak mudah luntur dan terserat ke dalam lubang hitam setan.


Di sinilah, para da'i, penulis dan pemerhati Islam harus betul-betul gigih menggunakan segala bentuk media, sarana dan fasilitas moderen maupun tradisional, untuk memerangi budaya free sex tersebut. Kegencaran propaganda seks bebas itu harus betul-betul dihadapi secara pisik, bukan hanya dalam tataran teoritis dan konsepsual belaka. Para da'i tidak hanya dituntut untuk berteriak di mimbar-mimbar Jumat, namuan juga turun ke lapangan memberikan suntikan-suntikan rohani di tengah masyarakat Islam yang tengah menghadapi godaan berat ini. Penjabaran tentang hakikat seks dan implementasinya menurut pandangan syariat, harus betul-betul dimasyarakatkan. Kalau tidak, gelombang dan arus propaganda free sex, bisa saja mengambil alih tugas mereka itu, menuju kebinasaan total.


Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri. Dalam hubungan ini, Jersild (1978) menulis, "Jika remaja bercerita tentang kegiatan seksual mereka, maka mereka banyak membela diri dengan komentar "Everybody does it."


Maka, pihak orang tua yang seharusnya pertama kali berkiprah menjadi hakim di tengah pergulatan budaya kaum muda ini.
" Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan..." (At-Tahrim : 6)


Lalu, para juru dakwah juga harus berkiprah secara khusus pada sebagian edisi dakwah mereka, untuk mengatasi ketimpangan moral di kalangan remaja ini. Apa yang difirmankan oleh Allah, "..dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas," (Al-Mukminun : 5-7) harus kemudian dijabarkan melalui berbagai contoh dan pemaparan realitas dalam bahasa-bahasa aktual kaum muda. Yakni untuk membuktikan kebenaran firman Allah, bahwa mereka dengan segala kebiasaan seks bebas dan seks pra nikah itu telah melakukan hal yang sungguh-sungguh melampaui batas aturan agama, moral dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan yang fithrah.


Di bagian akhir, kaum muda sendiri yang harus bangkit memperbaiki diri, memperbaiki gaya hidup mereka. Sudah saatnya, para pemuda menjadi pemimpin masa depan, tapi terlebih dahulu, mereka harus menjadi pemimpin bagi diri mereka sendiri. Maka, bila hasrat seksual sudah tak tertahankan, satu-satunya obat yang paling mujarrab adalah menikah,
“Wahai kawula muda. Barangsiapa diantara kalian yang sudah memiliki “baa-ah” (kemampuan seksual), hendaknya ia menikah. Sesungguhnya yang demikian itu lebih dapat memelihara pandangan mata dan kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa. Sesungguhnya puasa itu adalah obat baginya. ”


Nah, bila belum mampu menikah, hadits ini mengajarkan kita untuk berpuasa. Melihat generasi muda-mudi rajin berpuasa, layaklah masyarakat merasa aman, nyaman dan tentram menjalani aktivitas keseharian mereka. Karena, tanpa brutalisme dan kenakalannya, kaum muda adalah pagar pengaman paling efektif di dalam kehidupan masyarakat kita.(Ust. Abu Umar)

Sabtu, 04 September 2010

Kesombongan Sistem Demokrasi

Dewasa ini fihak penguasa dunia (baca: Barat Amerika dan Eropa) telah berhasil mempromosikan sistem hidup mereka, yakni Demokrasi, kepada seluruh negara yang ada di dunia, kecuali sedikit sekali yang masih mempertahankan sistem Kerajaan. Itupun sambil sistem Kerajaan yang tersisa hanya berjalan secara sangat seremonial dan simbolik. Sedangkan di dalam sistem sosial-politik riilnya, mereka memberlakukan sistem Demokrasi. Di antara contohnya ialah Kerajaan Malaysia, Kerajaan Britania Raya serta Keemiran Qatar.

Sistem demokrasi bertumpu kepada rakyat sebagai pemangku kedaulatan. Sedangkan sistem kerajaan bertumpu kepada kedaulatan di tangan satu orang, yaitu sang raja atau emir. Kedua-duanya jelas tidak on-line dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam kedaulatan sepenuhnya di tangan Allah. Oleh karena itu pemimpin di dalam masyarakat Islam dijuluki Khalifah alias wakil. Seorang khalifah tidak dibenarkan untuk memimpin dengan anggapan bahwa dirinyalah yang berkuasa penuh. Ia harus selalu mengingat bahwa yang berkuasa pada hakekatnya Allah dan jika dirinya ingin dinilai memimpin dengan amanah berarti ia harus tunduk sepenuhnya kepada Hukum dan Kekuasaan Allah. Seorang khalifah tidak dibenarkan menjadi penentu legal dan illegalnya suatu urusan. Sebab penentuan akan hal ini sepenuhnya hak Allah. Dalam sistem kerajaan maka raja adalah penentu benar-salahnya suatu urusan.

Sehingga pernah terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab seorang wanita memprotes kebijakan beliau yang memerintahkan kaum wanita agar membatasi nilai mahar yang ditetapkan kepada lelaki yang datang melamar. Alasan pembatasan itu, menurut Umar, karena sedang terjadi resesi ekonomi (masa paceklik). Lalu wanita tadi membacakan ayat Al-Qur’an di mana Allah memberikan kebebasan wanita untuk menetapkan nilai maharnya ketika dilamar. Maka Khalifah Umar langsung bekata: ”Astaghfirullah... Wanita itu benar dan Umar salah. Dengan ini saya cabut kebijakan yang baru saja saya keluarkan!” Subhanallah....! Bayangkan, seorang pemimpin tertinggi rela mencabut kebijakan yang baru saja ia keluarkan hanya karena protes seorang warga-negara berupa seorang wanita! Tetapi, masalahnya di sini ialah bahwa wanita tersebut ber-hujjah dengan bersandar kepada Yang Maha Kuasa. Sehingga sang khalifah tidak bisa bersikap selain tunduk kepada hujjah wanita tersebut. Sebab pada hakikatnya Umar bukan sedang tunduk kepada wanita itu, melainkan ia tunduk kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Benar. Hal ini selaras dengan arahan Allah mengenai bagaimana sepatutnya seorang yang menjadi bagian dari ulil amri minkum memimpin masyarakat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri minkum (para pemimpin di antara kalian). Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS AnNisa ayat 59)

Pemimpin tertinggi dalam sistem Islam berkewajiban menegakkan budaya mengembalikan segenap urusan kepada Allah (Al-Qur’an) dan RasulNya (As-Sunnah). Bila sang pemimpin itu sendiri lupa, maka masyarakat berhak sekaligus berkewajiban mengingatkan pemimpin tersebut untuk kembali kepada Allah dan RasulNya. Dan seorang pemimpin adil lagi berjiwa amanah seperti Umar bin Khattab rela mengalahkan egonya daripada menentang Allah dan RasulNya. Sebab pada asalnya setiap orang beriman selalu mengarahkan egonya untuk tunduk kepada Allah.

Beberapa waktu yang lalu Somalia mengangkat seorang pemimpin yang berasal dari salah satu faksi ”Islamic Court”. Faksi ini dikenal sebagai salah satu faksi pejuang Islam (mujahidin) yang ingin Syariat Islam diberlakukan di bumi Somalia. Namun pengangkatan Sharif Ahmed sebagai Presiden Somalia disambut dengan skeptis oleh faksi-faksi pejuang lainnya. Pasalnya karena ia dicurigai sebagai ”pemimpin boneka barat”. Terbukti bahwa pengangkatannya saja dilangsungkan di luar bumi Somalia, yaitu di negara tetangga Djibouti.

Lalu dalam rangka merebut hati faksi-faksi pejuang tersebut, maka pemerintahan Sharif Ahmed mengusulkan pemberlakuan Hukum Islam ke Parlemen. Untuk selanjutnya ikuti kutipan berikut:

”Somalia's parliament unanimously approved Saturday a government proposal to introduce sharia, Islamic law, in the country, in a move aimed at appeasing Islamists waging a civil war since 1991. The approval by parliament was expected since March 10, when the cabinet appointed by new President Sheikh Sharif Ahmed also voted to establish sharia, or Islamic law. Experts said Ahmed's move undermined guerrillas who have been fighting the government and questioning his Islamic credentials. It would also please wealthy potential donors in Gulf nations.
Experts said Ahmed's move undermined guerrillas who have been fighting the government and questioning his Islamic credentials. It would also please wealthy potential donors in Gulf nations.
Osman Elimi Boqore, the deputy speaker of parliament, said 343 MPs attended Saturday's session. "All of them voted 'yes' and accepted the implementation of sharia," he told reporters. "There was no rejection or silence, so from today we have an Islamic government." (Saturday, 18 April 2009 – Al Arabiya.net/English)

Sepintas, setiap muslim yang cinta akan Islam pasti menyambut berita di atas dengan sukacita. Betapa tidak? Di salah satu bumi Allah akhirnya diresmikan pemberlakuan hukum Islam alias hukum Allah. Tapi, kalau kita renungkan lebih dalam ada suatu permasalahan mendasar dalam kasus di atas. Mungkin untuk kaum muslimin yang menerima faham Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat, niscaya mereka menerimanya sebagai suatu bukti betapa selarasnya sistem hidup Demokrasi dengan ajaran agama Islam . Mereka tentunya bakal menjadikan kasus Somalia ini sebagai penguat alias hujjah untuk semakin getol menyuarakan dan memperjuangkan Demokrasi sebagai solusi penegakkan Islam di abad modern ini.

Lalu dimana letak masalahnya? Saudaraku, coba ikuti baik-baik ucapan Osman Elimi Boqore, the deputy speaker of parliament. Ia mengatakan bahwa “…seluruh anggota memberikan suara “Iya” dan dapat menerima pemberlakuan Syariah...” Laa haula wa laa quwwata illa billah...! Coba renungkan kembali, saudaraku...! Betapa teganya mereka melakukan voting terhadap ide pemberlakuan Hukum Islam alias Hukum Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa...! Patutkah manusia yang diciptakan Allah kemudian menggelar sebuah majelis yang di dalamnya diajukan proposal mengenai perlu-tidaknya Hukum Allah diberlakukan? Baiklah, boleh jadi hasil yang muncul dalam kasus Somalia adalah 100% mendukung pemberlakuannya. Tapi tidakkah terfikir betapa sombong dan kurang ajarnya manusia-manusia yang hadir di dalam majelis tersebut sehingga sempat berani mempertanyakan kepada forum apakah mereka setuju atau tidak setuju akan pemberlakuan Hukum Allah?

Saudaraku, di sinilah letak inti permasalahan yang membedakan sistem Demokrasi dengan Sistem Islam. Di dalam sistem Demokrasi para wakil rakyat diberikan wewenang sedemikian besarnya sampai mereka diperkenankan untuk mempertanyakan apakah hukum bikinan Pencipta jagat raya patut atau tidak patut diberlakukan di tengah masyarakat. Sedangkan di dalam sistem Islam perkara ini sudah sangat jelas. Para wakil rakyat (baca: Ahlul halli wal aqd) hanya bertugas mem-breakdown Hukum Allah dalam implementasi riil. Sedangkan posisi awalnya ialah seluruh anggota Majelis Syuro wajib bersikap tunduk kepada Allah dan segala apa yang datang dari Allah.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."(QS Al-Ahzab ayat 36)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir."(QS Al-Maidah ayat 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."(QS Al-Maidah ayat 45)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (QS Al-Maidah ayat 47)

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ
أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

”Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An-Nisa ayat 60-61)

Pantaslah bilamana ada seorang pakar yang mengistilahkan sistem Demokrasi sebagai sebuah sistem yang fondasi dasar pemahamannya diwakili oleh kalimat ”Menuhankan manusia dan memanusiakan tuhan.” Dalam sistem Demokrasi aturan atau hukum Allah bisa ditawar-tawar seperti tawar-menawar dengan sesama manusia di pasar. Sedangkan bila keputusan sekumpulan manusia telah disepakati, maka sistem Demokrasi mewajibkan semua warga untuk tunduk-patuh kepada kesepakatan itu seolah ia seperti wahyu yang turun dari Tuhan. Wallahu a’laam bish-showwaab.

Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang senantiasa tunduk kepadaMu. Jauhkanlah kami dari virus kesombongan sehingga kami tidak menolak hukum dan syariatMu dan tidak memandang hukum bikinan manusia sebagai hal yang lebih adil dan lebih bijaksana daripada dien-Mu. Amin ya Rabb.

Waspadai Lima Bala Di Tengah Masyarakat

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam meminta kaum Muhajirin agar mewaspadai munculnya lima bala atau bencana yang disebabkan oleh lima dosa. Agar pemahaman kita utuh marilah kita perhatikan kelengkapan hadits tersebut:


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ

صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَفَقَالَ يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ

إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِأَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ

فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَاإِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ

الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْالَّذِينَ مَضَوْا

وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ

وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ

وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ

إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ

عَلَيْهِمْ عَدُوًّامِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ

وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا

مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ


Dari Abdullah bin Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan wajah ke kami dan bersabda: "Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya; (1)Tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha'un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka. (2)Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim. (3)Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan. (4)Tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya kecuali Allah akan kuasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan menguasainya. Dan (5)tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan tidak menganggap lebih baik apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan rasa takut di antara mereka." (HR Ibnu Majah 4009)


Saudaraku, sungguh jika kita perhatikan hadits ini lalu direfleksikan kepada kondisi negeri dimana kita hidup dewasa ini –bahkan kondisi dunia secara umum- maka nyata benar bahwa kelima-limanya sudah menjadi kenyataan pada zaman penuh fitnah dewasa ini..! Silahkan kita perhatikan satu per satu peringatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di atas:


Pertama, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminta kita mewaspadai tersebarnya faakhisyah (kekejian) secara terang-terangan di tengah masyarakat. Bila kekejian telah menyebar di tengah masyarakat, maka berbagai penyakit Tha’un (menular) beserta kelaparan akan menggejala di tengah kaum tersebut yang tidak pernah terjadi pada para pendahulu mereka.


Sejujurnya, inilah yang sekarang berlaku. Karena banyaknya bentuk kekejian secara terang-terangan yang muncul di tengah kita, maka kitapun menyaksikan banyaknya orang yang terjangkit penyakit menular serta kelaparan. Berbagai tayangan dan pemberitaan di televisi menyiarkan banyaknya dan bervariasinya kekejian yang dilakoni manusia modern. Setiap hari kita disajikan berbagai isyu dan gosip mengenai perselingkuhan, perselisihan dan perceraian para selebritis bahkan tokoh masyarakat. Malah belakangan ini kita sering mendengar banyakanya kasus bayi yang kelahirannya tidak diharapkan, sehingga sang ibu dengan teganya meninggalkan si bayi di sembarang tempat. Mengapa bayi itu ”dibuang”? Karena sang ibu tidak mau menanggung malu sebab bayi tadi merupakan hasil hubungan di luar pernikahan (baca: perzinaan). Oleh karenanya, Al-Qur’an tidak saja mengharamkan orang-orang beriman untuk berzina, bahkan mendekati perbuatan zina saja sudah dilarang...!


وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا


“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Israa ayat 32)


Bahkan kita juga disajikan kekejian di tengah masyarakat berupa terang-terangannya manusia menjalin hubungan sexual sejenis (kelamin), baik itu lelaki dengan sesamanya (gay alias homosexuality) maupun wanita dengan sesamanya (lesbianisme). Malah di sebagian negara bagian Amerika Serikat sudah ada undang-undang yang meresmikan pernikahan sesama jenis kelamin. Padahal Al-Qur’an dengan jelas dan tegas mengharamkan perilaku keji ini:


وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ أَئِنَّكُمْ

لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ


”Dan (ingatlah kisah) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fakhisyah itu sedang kamu melihat (nya)?" Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)".(QS An-Naml ayat 54-55)


Jika demikian keadaannya, masihkah kita perlu heran mengapa terdapat berbagai penyakit menular di tengah masyarakat negeri ini, malah masyarakat dunia secara umum? Sehingga kita dengar dimana-mana manusia ketakutan dengan penyakit menular seperti demam berdarah dan lain sebagainya. Bahkan dunia dikejutkan dengan munculnya berbagai penyakit menular baru yang tidak pernah terjadi pada para pendahulu seperti misalnya flu burung dan flu babi. Begitu pula, masihkah kita mesti kebingungan mengapa kelaparan merebak di negeri ini bahkan di seluruh dunia, padahal majalah Forbes baru saja melansir daftar 1000 orang terkaya di dunia yang mana salah seorang di antara mereka aset kekayaannya ada yang mencapai sepertiga kekayaan negara Indonesia, yaitu lebih dari 50 milyar dollar Amerika...?!